dagadu

Sejarah

Dagadu pertama kali digagas oleh 25 orang yang merupakan mahasiswa dan alumni mahasiswa arsitektur Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1994. Perusahaan yang menaungi produk-produk berlabel Dagadu ialah PT. Aseli Dagadu Djokdja yang didirikan pada 4 Januari 1994. Para pendiri Dagadu yang sebanyak 25 orang itu memiliki minat yang sama di bidang kepariwisataan dan perkotaan. Mereka sering berkumpul bersama dan akhirnya mewujudkan keinginan untuk membuat sebuah ciri khas baru tentang Yogyakarta dalam hal cinderamata. Akhirnya mereka membuka counter penjualan Dagadu pertama kali di Lower Ground Malioboro Mall, Yogyakarta.[1] Modal awal yang digunakan dalam pendirian Dagadu ialah sebesar 4 juta rupiah.[2]
Minat terhadap bidang kepariwisataan dan perkotaan, kegemaran di bidang desain grafis, khususnya kaos, diskusi tentang teori dan realitas yang kerap dilakukan merupakan faktor internal pendorong didirikannya PT. Aseli Dagadu Djokdja. Dari sisi eksternal, adanya penawaran untuk berjualan di Mall Malioboro menjadi sebuah kesempatan menjual kaos. Kaos menjadi pilihan karena produk inilah yang paling familiar dengan mereka saat itu.[1] Awalnya pangsa pasar Dagadu ialah poara mahasiswa, maka peroduk-produk awalnya berupa t-shirt dan kaos khas Yogya lainnya.[2]

Nama Dagadu

Pilihan nama Dagadu bermula dari salah seorang di antara mereka yang mengumpat dalam bahasa slang khas Yogyakarta, yaitu kata "dagadu" yang berarti "matamu". Umpatan itulah yang memberi inspirasi nama merk dagang produk cinderamata mereka sesaat sebelum mereka berjualan. Akhirnya, Dagadu resmi menjadi merk produk cinderamata alternatif yang dijual di Malioboro Mall. Untuk menunjukkan lokalitas dari mana cinderamata itu berasal, ditambahilah kata Djokdja setelah Dagadu. Sementara itu pemakaian ejaan lama pada kata Djokdja dimaksudkan untuk memberi muatan nilai historis kota Yogyakarta.
Nama “Dagadu-Djokdja” sebagai identitas kelompok tersebut baru muncul dan mulai digunakan saat peluncuran perdana produk-produk yang mereka pasarkan di Lower Ground Malioboro Mall Yogyakarta, pada 9 Januari 1994. Kegiatan wirausaha yang dilakukan kelompok ini dengan memproduksi dan menjual produk “cinderamata alternatif dari Djokdja” (berupa kaus oblong, gantungan kunci, gambar tempel, topi dan pernak-pernik lain yang memuat rancangan grafis dengan tema-tema kepariwisataan dan lingkungan binaan kota Yogyakarta) pada mulanya lebih sebagai media penyaluran minat dan idealisme untuk menyampaikan gagasan-gagasan mengenai artifak, peristiwa, bahasa, serta living-culture yang gayut dengan citra Yogyakarta melalui tampilan rancangan grafis yang menarik dan menggugah.[3]
Nama “Dagadu-Djokdja” digunakan sebagai “merek dagang” sekaligus nama produsennya. Sebagaimana gagasan dan aktivitas spontan yang banyak terjadi pada kelompok ini pada saat memulai kegiatan wirausahanya, nama ini pun muncul tanpa alasan dan latar belakang yang jelas. Munculnya nama “Dagadu-Djokdja” pada saat-saat terakhir menjelang hari pertama penjualan sekadar didorong oleh kebutuhan praktis untuk memberi nama sebutan bagi sebuah produk, sama sekali jauh dari suatu strategi terencana dalam mengembangkan sebuah merek. Serangkaian penjelasan perihal nama tersebut baru disusun belakangan ketika sejumlah orang mulai menanyakan arti ataupun makna di balik nama dan gambar mata yang selalu mengiringinya.[3]

Logo Dagadu

Logo ini adalah hak cipta pemegang merek dagang Dagadu.
Logo Dagadu Djokdja
Bagi masyarakat Yogyakarta, kata Dagadu sudah ada sejak beberapa dasawarsa lalu dikenal sebagai umpatan: matamu (!). Inilah bahasa walikan, bahasa slang orang Yogyakarta yang disusun dengan cara membalik empat baris huruf Jawa
Permainan sandi dalam bahasa walikan ini dilakukan dengan cara menukar empat baris pertama dengan baris ketiga, baris kedua dengan baris keempat dan begitu pula sebaliknya. Kata berbahasa Indonesia dipenggal berdasarkan suku katanya, kemudian dipasangkan berdasarkan urutan baris huruf Jawa tersebut, tanpa perlu mengubah huruf vokalnya. Kata DA-GA-DU menjadi mudah dipahami. DA pada baris kedua dibaca MA yang ada pada baris keempat. GA pada garis keempat dibaca TA di baris kedua, dan DU (DA) berpasangan dengan MA (MU). Jadi DA-GA-DU berarti MA-TA-MU.[3] Itulah sebabnya kenapa logo Dagadu Djokdja bergambar mata. Tetapi bagi Dagadu Djokdja, mata bukan semata-mata logo. Mata adalah idiom yang lekat dengan citra kreatifitas, dunia rancang merancang. Dalam khasanah budaya Jawa, mata adalah mripat, yang konon kabarnya berdekatan makna dengan kata ma’rifat, yang dimaknai sebagai keinginan agar dapat memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya. Matapun menjadi sarana utama untuk sightseeing, jalan-jalan sambil menikmati suasana dan panorama kota.[3]
Menurut salah satu pendiri Dagadu, A. Noor Arief, kata Dagadu yang dalam bahasa slang anak-anak muda Yogyakarta berarti “matamu”, kemudian diberi penjelasan kurang lebih sebagai berikut :
  1. Dalam wacana desain grafis, figur mata adalah salah satu idiom yang digunakan untuk menggambarkan citra kreativitas. “Dagadu” yang dihadirkan melalui logo berbentuk dasar mata diharapkan dapat mewakili pandangan kelompok yang selalu berusaha menempatkan kreativitas sebagai aspek utama dalam setiap aktivitasnya.
  2. Citra mata juga diasosiasikan secara bebas dengan aktivitas sightseeing atau “cuci mata dengan berjalan-jalan keliling kota”. Ini diharapkan dapat merepresentasikan kepedulian kelompok ini terhadap masalah-masalah perkotaan dan kepariwisataan.
  3. “Dagadu” sebagai kosa kata yang familiar dalam pergaulan informal di Yogyakarta, pada gilirannya diharapkan dapat mewakili citra produk sebagi cinderamata khas Yogyakarta. Penyertaan kata “Djokdja” sesudah kata “Dagadu” semakin memeperkuat citra ini.[4]

Produk Dagadu

Produk-produk Dagadu mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan budaya dan keunikan Yogyakarta dalam konsep lucu tapi cerdas. Di antaranya ialah tentang prajurit Kraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, Transportasi di Yogyakarta, bahasa slang di Yogyakarta, dan lain sebagainya. Sejak awal kelahirannya, Dagadu Djokdja sudah memposisikan diri sebagai produk cinderamata alternatif dari Djokdja.
Pertimbangan pemilihan kaos oblong sebagai produk utama Dagadu tak lepas dari orientasi kegiatan wirausaha ini. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kegiatan wirausaha yang cenderung merupakan wahana penyaluran minat ketimbang sarana pencapaian laba, ini mengakibatkan perhatian pada sisi penawaran melebihi perhatian pada sisi permintaan. Pada gilirannya, hal ini berpengaruh pada pemilihan produk utama, yang secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Pertama, pengalaman merancang grafis (yang dapat diterapkan pada media semacam kaos oblong) telah dimiliki oleh para personel kelompok ini berkat kegiatan mereka selama tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Teknik Arsitektur UGM,
  2. Kedua, proses produksi kaos oblong cenderung mudah dan murah. Hal ini penting mengingat keterbatasan modal yang ada,
  3. Ketiga, kaos oblong merupakan media yang sangat fleksibel untuk bermain-main dalam mengungkapkan gagasan tematik maupun gagasan visual-grafis.[4]
Djokdja selalu menjadi tema sentral produk Dagadu Djokdja. Everything about Djokdja. Ya tentang artefaknya, bahasanya, kultur kehidupannya, maupun peristiwa keseharian yang terjadi di dalamnya. Terdapat beberapa merek kaus oblong terkenal lainnya seperti C59 di Bandung serta Joger di Bali. Di daerah lain, juga ada kaus oblong yang identik dengan daerah itu, meski tak setenar tiga merek di atas. Seperti Cak Cuk Suroboyo dari Surabaya, Menza dari Pringsewu Lampung, Nyenyes dari Palembang, serta Begenjoh dari Tenggarong, Kutai Kartanegara.

Konsep Produk Dagadu

Konsep Produk dagadu ialah bercerita tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Jogja. Bagi para pendiri Dagadu, kota adalah sebuah cerita dan Dagadu berupaya menuturkan lewat cinderamata yang dibuatnya, terutama oblong. Aspek disain pada kegiatan wirausaha ini sangatlah signifikan mengingat peranannya dalam membentuk keunggulan produk. Untuk itu, produk Dagadu Djokdja harus menggunakan strategi disain yang spesifik pula. Secara garis besar, desain-desain yang dirilis oleh Dagadu Djokdja (terutama desain grafisnya) memiliki sejumlah karakteristik antara lain sebagai berikut :
  1. Bergerak dalam khasanah budaya Yogyakarta / Jawa
  2. Mengangkat romantisme kota.
  3. Menampilkan hal-hal keseharian yang bersahaja dan karena itu banyak terlewat dari perhatian melalui interpretasi baru.
  4. Merangsang syaraf humor dan syaraf estetika.
  5. Menertawakan diri sendiri.[4]

Slogan Dagadu

Papan nama yang memuat slogan Dagadu "Kapan ke Jogja Lagi" di depan gerai Dagadu Yogyatorium di Jalan Gedongkuning, Yogyakarta.
Dagadu saat ini memiliki slogan yaitu "Kapan ke Jogja Lagi ?" (KJKL). “Kapan Ke Jogja Lagi?” adalah langkah kecil dari Dagadu Djokdja untuk mengajak para alumni Yogyakarta datang kembali mengunjungi almamater ini yaitu bersua sobat lama, bertemu teman baru, mengenang cerita lama, merangkai harapan baru. KJKL juga hendak mengajak warga kota untuk menjadi tuan rumah yang lebih ramah lagi, dan Yogyakarta menjadi rumah yang lebih nyaman lagi dan lebih humanis lagi.
Serangkaian kegiatan dilaksanakan oleh Dagadu untuk mendukung progam KKJL ini. Tidak saja berbagai bentuk promosi untuk mengajak orang datang ke Jogja, namun juga berbagai persuasi dan edukasi bagi warga kota Yogyakarta untuk menjadi tuan rumah yang ramah bagi tamu-tamunya.[4]

Pemasaran Produk

Dalam memasarkan produk-produknya, Dagadu membuat 3 jenis gerai, yaitu gerai statis, unit layanan cepat, dan gerai maya. Terdapat 3 gerai statis yang berlokasi di Malioboro Mall, Jalan Gedongkuning, dan Ambarukmo Plaza. Di MalioboroMall gerainya bernama UGD (Unit Gawat Dagadu), di Jalan Gedongkuning bernama Yogyatorium, dan di Ambarukmo Plaza bernama DPRD (Djawatan Pelayanan Resmi Dagadu). Sebelumnya Dagadu juga memiliki gerai statis di Pakuningratan yang bernama Posyandu (Pos Pelayanan Dagadu). Gerai mobil Unit Layanan Cepat (ULC) untuk melayani permintaan khusus. Sementara gerai maya disebut dengan Pesawat yang merupakan singkatan dari pesanan lewat kawat.[1] Sementara ini, gerai statis di Ambarukmo Plaza ditutup untuk kemudian disiapkan konsep dan nama baru.[

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hukum mim mati dan gunnah

struktur tanah

biodata Michelle Ziudith